Rabu, 04 Februari 2009

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya untuk Allah. Rasa syukur yang tak terhingga tentu juga hanya untuk-Nya. Dialah Tuhan yang maha luas ilmu-Nya. Begitu luasnya ilmu adalah hingga dituliskan dan air laut menjadi tintanya, air laut itu akan mengering sebelum habis ilmu Allah. Dialah Tuhan yang mengajar ilmu-Nya dengan kalam. Dia pula yang mengajarkan manusai segala sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui.

Shalawat dan salam senantiasa tersanjungkan kehadirat makhlut Allah terbaik, Nabi Muhammad SAW., akhlaknya yang sempurna sekaligus menjadi bukti kesempurnaan ajaran yang dibawanya. Beliaulah tauladan yang baik bagi seluruh umat manusia.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan-rekan yang telah membantu terselesainya makalah ini, terutama sekali penulis mengucapkan ribuan terimakasih kepada Ketua Umum HMI Cabang Jambi yang telah memberikan motivasi pada penulis. Juga teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penulisan makalah ini, baik yang telah memberikan masukan dan lain sebagainya.

Semoga amal baik Bapak dan Saudara-saudari semua mendapat imbalan yang berlimpah dari Allah SWT. Sebagai penulis kami menyadari keterbatasan kemampuan kami dalam menuangkan makna dan maksud yang terkandung dalam makalah ini. Maka dari itu mohon dimaafkan, atas semua itu kami hanya bisa berharap semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Jambi, Desember 2008.

Sutikno


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

BAB 11 PEMBAHASAN ............................................................................... 2

  1. Islam dan Politik..................................................................................... 2
  2. Negara dalam Islam................................................................................ 8
  3. Tujuan dan Tugas Negara....................................................................... 13

BAB III PENUTUP......................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12


BAB I

PENDAHULUAN

Islam sangat memerlukan daulah yang bertanggungjawab pada setiap zaman. Tetapi ia jauh lebih memerlukannya pada zaman sekarang, zaman yang lebih banyak memunculkan “Negara Ideologi”. Dengan kata lain, daulah yang mampu membangun suatu pemikiran, yang seluruh bangunannya didirikan pada prinsip-prinsip yang dikehendaki, baik pendidikan, pengajaran, hukum, undang-undang, ekonomi dan pelbagai masalah dalam negeri mahupun politik luar negerinya, seperti yang dapat kita lihat secara jelas di negara-negara komunis dan sosialis.

Ilmu pengetahuan moden yang didukung dengan kemajuan teknologi siap membantu daulah, sehingga dengan begitu daulah boleh mempengaruhi keyakinan rakyat, fikiran, perasaan, citarasa dan perilakunya secara lengkap, yang tidak pernah ada seperti itu sebelumnya. Bahkan dengan perangkat-perangkatnya yang moden, daulah boleh merubah nilai-nilai sosial seperti membalik telapak tangan, selagi hal ini tidak dihadang dengan sebuah kekuatan yang besar.

Dalam pembahasan ini adapun rumusan masalah yang penulis angkat antara lain sebagai berikut :

1. Bagaimana Negara dalam Islam?

2. Bagaimana Islam dan Politik itu Sendiri?

3. Apakah Tujuan dan Tugas Negara?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Negara dalam Islam

Nas Islam tidak datang menegaskan kewajipan mendirikan daulah bagi Islam. Sejarah Rasulullah dan para sahabat juga tidak datang sebagai penerapan praktikal dari seruan nas. Tetapi tabiat risalah Islam itu sendiri sudah memastikan keharusan adanya daulah atau wilayah bagi Islam, agar boleh mengembangkan akidah, syiar, ajaran, pemahaman, akhlak, keutamaan, tradisi dan syariat-syariatnya di sana.

Islam sangat memerlukan daulah yang bertanggungjawab pada setiap zaman. Tetapi ia jauh lebih memerlukannya pada zaman sekarang, zaman yang lebih banyak memunculkan "Negara Ideologi". Dengan kata lain, daulah yang mampu membangun suatu pemikiran, yang seluruh bangunannya didirikan pada prinsip-prinsip yang dikehendaki, baik pendidikan, pengajaran, hukum, undang-undang, ekonomi dan pelbagai masalah dalam negeri mahupun politik luar negerinya, seperti yang dapat kita lihat secara jelas di negara-negara komunis dan sosialis. Ilmu pengetahuan moden yang didukung dengan kemajuan teknologi siap membantu daulah, sehingga dengan begitu daulah boleh mempengaruhi keyakinan rakyat, fikiran, perasaan, citarasa dan perilakunya secara lengkap, yang tidak pernah ada seperti itu sebelumnya. Bahkan dengan perangkat-perangkatnya yang moden, daulah boleh merubah nilai-nilai sosial seperti membalik telapak tangan, selagi hal ini tidak dihadang dengan sebuah kekuatan yang besar.

Di dalam ajaran Islam kita dapatkan prinsip-prisip musyawarah, pertanggung jawaban pemerintah, kewajiban taat kepada pemerintah di dalam hal-hal yang makruf, hukum-hukum di dalam keadaan perang dan damai, janjian antar negara, di sini dapat kita lihat Negara penting sekali di dalam rangka melaksanakan hukum-hukum Islam. Bahkan sebagian hukum islam tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya negara.[1]

Sementara itu, daulah Islam adalah daulah berbasis akidah dan pemikiran, daulah yang didirikan pada landasan akidah dan sistem, bukan sekadar "Perangkat proteksi" yang menjaga umat dari agresi dari dalam mahupun invasi dari luar. Tetapi tugas daulah yang paling mendalam dan paling besar adalah mengajar dan mendidik umat berdasarkan ajaran dan prinsip-prinsip Islam, menciptakan iklim yang baik, agar akidah Islam, pemikiran dan ajaran-ajarannya beralih ke alam nyata yang boleh dirasakan, dapat menjadi teladan bagi setiap orang yang mencari petunjuk dan menjadi hujah bagi setiap orang yang sudah berjalan di atas petunjuk.

Oleh kerana itu Ibnu Khaldun mendefinisikan khilafah sebagai berikut: Keharusan semua orang untuk memikul tugas sesuai dengan pandangan syariat demi untuk kemaslahatan ukhrawi dan duniawi yang nyata. Kerana semua keadaan dunia di sisi Pembuat syariat mesti kembali kepada kemaslahatan ukhrawi. Jadi pada hakikatnya ini merupakan perwakilan atas nama Pemegang syariat untuk menjaga agama dan penataan (penyusunan) dunia.

Hukum Islam pada kenyataannya membedakan antara kedaulatann Tuhan dan kedaulatan manusia. Kedaulatan yang sebenarnya, kekuasaan mutlak dan otoritas absolute yang tidak dapat dimiliki manusia adalah milik Tuhan semata. Dia merupakan penguasa tertinggi dari setiap mahluk. Dia mengeks-presikan kehendak kedaulatannya itu dalam Al-Qur’an dan Hadits. Dia memberikan dan mempercayakan kedaulatan pada manusia agar mereka dapat melaksanakan segala perintahnya dan mewujudkan segala kehendaknya.[2]

Oleh kerana itu Allah menyifati orang-orang beriman, tatkala mereka diberi kedudukan di dunia, atau dengan istilah lain tatkala mereka menegakkan daulah, dengan berfirman (yang bermaksud):

tûïÏ%©!$# bÎ) öNßg»¨Y©3¨B Îû ÇÚöF{$# (#qãB$s%r& no4qn=¢Á9$# (#âqs?#uäur no4qŸ2¨9$# (#rãtBr&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ (#öqygtRur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# 3 ¬!ur èpt6É)»tã ÍqãBW{$# ÇÍÊÈ

Artinya : (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.[3]

Sebagai sebuah ideology bagi negara, masyarakat serta kehidupan, Islam telah menjadikan negara beserta kekuasaannya sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi Islam. Islam telah memerintahkan kaum muslimin agar mendirikan negara dan pemerintahan serta memerintah berdasarkan hukum-hukum Islam.[4]

Slogan daulah Islam adalah seperti yang dinyatakan Rab`y bin Amir di hadapan Rustum, pemimpin Parsi, "Sesungguhnya Allah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari penyembahan terhadap manusia kepada penyembahan terhadap Allah semata, dan kesempitan dunia kepada keselesaan-nya, dan kezaliman pelbagai agama kepada keadilan Islam."

Daulah yang berbasiskan akidah dan pemikiran ini tidak hanya bersifat kecil, tetapi merupakan daulah yang memiliki risalah sedunia. Sebab Allah telah menugasi umat Islam untuk menyeru semua manusia kepada petunjuk dan cahaya, melimpahkan kesaksian atas manusia dan pelopor bagi semua umat. Umat Islam bukan umat yang boleh berdiri sendiri secara tiba-tiba dan bukan berdiri untuk dirinya sendiri, tetapi umat Islam dikeluarkan bagi semua manusia, dikeluarkan Allah sebagai umat yang paling baik.

Firman-Nya (yang bermaksud):

y7Ï9ºxx.ur öNä3»oYù=yèy_ Zp¨Bé& $VÜyur (#qçRqà6tGÏj9 uä!#ypkà­ n?tã Ĩ$¨Y9$# tbqä3tƒur ãAqߧ9$# öNä3øn=tæ #YÎgx© 3 $tBur $oYù=yèy_ s's#ö7É)ø9$# ÓÉL©9$# |MZä. !$pköŽn=tæ žwÎ) zNn=÷èuZÏ9 `tB ßìÎ6®Ktƒ tAqߧ9$# `£JÏB Ü=Î=s)Ztƒ 4n?tã Ïmøt7É)tã 4 bÎ)ur ôMtR%x. ¸ouŽÎ7s3s9 žwÎ) n?tã tûïÏ%©!$# yyd ª!$# 3 $tBur tb%x. ª!$# yìÅÒãÏ9 öNä3oY»yJƒÎ) 4 žcÎ) ©!$# Ĩ$¨Y9$$Î/ Ô$râäts9 ÒOŠÏm§ ÇÊÍÌÈ

Artinya : Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, Karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.[5]

Dari sini kita melihat bahawa tatkala Rasulullah s.a.w mendapat kesempatan pertama kali, tepatnya setelah perjanjian Hudaibiyah, baginda menulis surat kepada pelbagai raja dan amir di mana pun, menyeru mereka kepada Allah dan agar mahu bergabung di bawah panji tauhid. Baginda membebankan dosa diri mereka dan dosa rakyatnya jika mereka lari dari keimanan. Biasanya baginda menutup suratnya dengan ayat berikut

ö@è% Ÿ@÷dr'¯»tƒ É=»tGÅ3ø9$# (#öqs9$yès? 4n<Î) 7pyJÎ=Ÿ2 ¥ä!#uqy $uZoY÷t/ ö/ä3uZ÷t/ur žwr& yç7÷ètR žwÎ) ©!$# Ÿwur x8ÎŽô³èS ¾ÏmÎ/ $\«øx© Ÿwur xÏ­Gtƒ $uZàÒ÷èt/ $³Ò÷èt/ $\/$t/ör& `ÏiB Èbrߊ «!$# 4 bÎ*sù (#öq©9uqs? (#qä9qà)sù (#rßygô©$# $¯Rr'Î/ šcqßJÎ=ó¡ãB ÇÏÍÈ

Artinya : Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".[6]

Dalam sebuah hadist juga dijelaskan keharusan mengangkat pemimpin :

عن ابى هر ير ة قال النبى صلى اللة علية و سلم: اذا غرج ثلا ثة فى السفر فاليو مروا احمد هم

(رواة ابو داود)

Artinya :”Dari Abu Hurairai telah bersabda Rasullulah SAW, apabila tiga orang keluar untuk berpergian, maka hendaknya salah seorang diantara mereka menjadi pemimpin mereka”

عن ابن عمر عن النبى قل: كل كم راع و كل كم مسو ل عن رعيتة فلا مام الذى على الناس راع وهو مسول عن رعيتة والر جل راع على اهل يتة وهو مسو ل عنهم (متفق علية)

Artinya :”Dari Ibnu Umar r.a telah bersabda Nabi SAW setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam yang menjadi pemimpin rakyat bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan setiap suami bertanggung jawab terhadap keluarganya”

Kita Memerlukan Daulah Yang Melindungi Islamya, yang paling diperlukan dakwah Islam pada zaman sekarang adalah "Darul-Islam" (wilayah Islam) atau "Daulah Islam", agar boleh menjadi tumpuan risalah Islam, akidah mahupun sistem, ibadah mahupun akhlak, kehidupan mahupun peradaban, yang boleh menegakkan semua sektor kehidupan, yang berlandaskan kepada risalah yang universal ini, membuka pintu bagi setiap orang Mukmin yang hendak hijrah ke sana dari wilayah orang-orang kafir, zalim dan yang menyimpang.

Daulah seperti ini merupakan kepentingan Islam, yang sekaligus meru-pakan urgensi kehidupan manusia. Kerana daulah seperti itu akan menghadirkan nilai yang hidup dan kombinasi antara material dan roh bagi kehidupan manusia, mengakomodasikan (menyesuaikan) antara kemajuan peradaban dan keluhuran akhlak, yang sekaligus merupakan batu bata pertama berdirinya daulah Islam yang agung, yang menyatukan umat Islam di bawah panji Al-Qur`an, di bawah lindungan khilafah Islam. Tetapi kekuatan yang memerangi Islam sentiasa berusaha sekuat tenaga agar daulah ini tidak boleh berdiri di penjuru dunia mana pun, sekalipun wilayahnya kecil dengan penduduk yang sedikit.

Orang-orang Barat boleh membiarkan berdirinya negara Marxis. Orang-orang komunis boleh membiarkan berdirinya negara Liberalis, tetapi mereka tidak akan membiarkan berdirinya daulah Islam yang sebenarnya.

Setiap kali ada harakah Islam yang berjaya dan dikhuatirkan akan berkembang menjadi sebuah daulah, maka secepat itu semua kekuatan orang-orang kafir, yang bersifat antarabangsa dikerahkan ke sana, melalui cara pengusiran, sekatan bahan makanan, penyeksaan dan pembantaian. Belum selesai dengan satu cara, sudah disusuli dengan cara lain, agar harakah itu tersepit dan menderita, tidak lagi menuntut dan agresif.

Dukungan dana yang tidak sedikit jumlahnya, atau ada Fasisme dan Nazisme yang mendapatkan bangsa yang mengagungkan dua faham ini, berjuang untuk kepentingannya, senang mengikutinya dan semua sistem hidup tunduk kepada ajaran-ajarannya. Sungguh aneh jika ada aliran-aliran sosial dan politik memiliki para pendukung yang tangguh (kuat), mencurahkan jiwa, akal, fikiran, harta dan usahanya untuk kepentingan faham ini, bahkan rela hidup dan mati demi faham ini.

Pemikir modern aktivis al-ihkwan al-Muslimun, mengemukakan enam argument tentang wajibnya mendirikan negara yaitu :[7]

1) Khalifah atau Imamah merupakan Sunnah fi’liyah Rasulullah SAW sebagaimana pendirian negara Madinah. Dalam negara ini Beliau menciptkan suatu kesatuan politik dalam menyatukan umat Islam di bawah kepemimpinannya.

2) Umat Islam khususnya para sahabat nabi, sepakat (ijma’) untuk memilih pemimpin negara setelah wafatnya Rasullulah SAW seandainya para sahabat ketika itu berbeda pendapat tentang penggantian Rasul, tentu saja pendirian negara juga tidak mereka sepakati.

3) Sebagian besar kewajiban syar’I tergantung pada adanya negara. Kemaslahatan yang hendak diciptkan oleh Islam tidak akan terwujud tanpa sasarannya. Jadi negara merupakan sarana untuk menciptakan kemaslahan dan menolak kemudharatan dalam kehudupan manusia.

4) Nas-nas Al-Qur’an dan hadist Nabi sendiri mengisyaratkan tentang wajibnya mendirikannya Negara, seperti dalam surat An-Nisa’ 4 : 59.

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”[8]

5) Sesungguhnya Allah SWT menjadikan manusia sebagai satu kesatuan, meskipun berbeda bahasa suku bangsa dan warna kulitnya.

6) Konsekuensi dari kesatuan politik ini adalah bahwa umat Islam boleh memilih dan mematuhi satu pemimpin tertinggi.

Sementara itu, kita dapati tidak ada satu pun pemerintahan Islam hari ini yang mahu melaksanakan kewajipan dakwah kepada Islam, yang menghimpun semua kebaikan tatanannya dan mengusir keburukan-keburukannya, lalu menganjurkannya kepada bangsa lain agar menjadi tatanan antarabangsa, agar menjadi jalan keluar yang benar untuk memecahkan pelbagai masalah kehidupan manusia. Padahal Islam menjadikan dakwah sebagai kewajipan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi, yang diwajibkan kepada orang-orang Muslim dalam kapasitinya sebagai bangsa mahupun golongan. Firman Allah dalam QS. Ali Imran : 104,

`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ

Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.[9]

B. Islam dan Politik

Para imperialis dan kaki-tangannya terus berusaha untuk menanamkan satu pemikiran bahwa Islam tidak memiliki hubungan dengan politik dan negara. Sementara pada saat yang sama, orang-orang yang hendak melakukan pembenahan (pengislahan), dengan istilah lain, untuk mengembalikan kepada mereka apa yang sudah ada dan ditetapkan selama tigabelas abad sebelum ini, tepatnya sebelum masuknya misi imperialisme dan invasi pemikiran ke negeri mereka. Ertinya, Islam meliputi seluruh sisi kehidupan manusia, dengan syariat dan petunjuknya, yang secara vertikal dimulai semenjak dia dilahirkan hingga meninggal dunia, bahkan sebelum dia dilahirkan dan setelah dia mati. Sebab di sana ada hukum-hukum yang berkaitan dengan janin dan hukum-hukum yang berkaitan dengan manusia setelah meninggal dunia. Adapun secara horizontal, Islam menunjuki orang Muslim dalam adab istinjak hingga ke penerapan hukum serta hubungan antara perdamaian dan perang.

Hasil dari jihad ini jelas sekali, iaitu adanya asas yang luas untuk mengamankan universaliti dan seruan kepada Islam, akidah mahupun syariat, agama mahupun daulah, yang berlaku untuk semua wilayah Islam. Kembalinya orang-orang yang menjadi mangsa invasi pemikiran yang sengaja dilancarkan orang-orang Barat dan munculnya shahwah Islam yang memadukan pemikiran dan politik, telah membalik timbangan kekuatan. Keadaan ini memaksa pihak asing yang datang dari Barat mahupun Timur berusaha menyelenggarakan berbagai seminar, kongres dan studi fenomena Islam yang dianggap berbahaya ini, dengan dukungan dana yang melimpah. Menurut Ustaz Faluny Huwaidy, pertemuan seumpama ini yang mereka selenggarakan sejak beberapa tahun kebelakangan ini mencapai seratus dua puluh kali atau bahkan lebih.

Inilah yang mendorong para kaki tangan Barat dan agen pemikiran mereka berusaha menghentikan fajar yang akan menyingsing atau matahari yang akan terbit. Mereka ingin memutarkan tayar sejarah kembali ke belakang, ke masa gencar-gencarnya (kegemilangan terus-terusan) imperialisme, sambil berseru, "Tidak ada politik dalam agama dan tidak ada agama dalam politik." Mereka ingin mengembalikan keadaan ini hingga ke akar-umbinya. Padahal era itu sudah berlalu sekitar abad yang lampau.

Sehingga para agen Barat itu disebut sebagai "Orang Muslim yang perlu dikasihani", yang tidak mengenali Islam kecuali melalui kacamata masa imperialisme, Islam seperti yang dilihat para ahli fiqah, ushul fiqah, tafsir, hadis dan teologi yang berkembang di setiap mazhab, yang berkisar pada kitab taharah hingga ke jihad, yang membahas Islam sebagai akidah dan syariat, Islam Al-Qur`an dan Sunnah, yang juga disebut Islam politik. Namun dengan pemikiran Islam ini mereka ingin membuat manusia takut terhadap politik, kerana memang ramai orang di negeri kita yang takut terhadap hal-hal yang berbau politik. Sebab tidak jarang dunia politik hanya mendatangkan bencana dan kesulitan bagi mereka.

Lalu apa cara kita jika memang Islam sebagaimana yang disyariatkan Allah adalah sesuatu yang berbau politik? Apa cara kita jika Islam seperti yang dibawa Rasulullah s.a.w tidak ingin membahagi kehidupan dan manusia antara Allah dan kaisar? Bahkan dengan lantang, Islam menegaskan bahawa Kaisar, Kisra, Fir`aun dan semua raja di bumi mesti menjadi hamba bagi Allah semata.

Islam bukanlah semata agama namun juga merupakan sebuah sistem politik, meskipun ada dekade-dekade terakhir ada beberapa kalangan dari umat Islam yang mengklaim sebagai kalangan modernis, yang berusaha memisahkan kedua sisi itu, namun seluruh gugusan pemikiran Islam dibangun di atas fundamen bahwa kedua sisi itu saling bergandengan tangan dengan selaras dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.[10]

Islam yang disebutkan di dalam Al-Qur`an dan Sunnah, yang dikenali umat salaf maupun khalaf adalah Islam yang saling melengkapi dan utuh, tidak menerima pemisahan, iaitu Islam yang bermakna rohani, akhlak, pemikiran, pendidikan, jihad, sosial, ekonomi dan politik. Semua sektor tercakup di dalamnya, kerana Islam mempunyai tujuan dalam semua sektor ini, yang juga menyertainya dengan hukum dan petunjuk.

C. Tujuan dan Tugas Negara

· Tujuan Negara

Tujuan pendirian negara tidak telepas dari tujuan yang hendak dicapai oleh umat Islam, yaitu memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Karena tujuan ini tidak mungkin dicapai hanya secara pribadi-pribadi saja, maka Islam menekankan pentingnya ependirian negara sebagai sarana untuk memperoleh tujuan tersebut. Mendirikan negara merupakan kewajiban umat Islam untuk dapat melaksanakan ajaran-ajaran Islam, sehingga tujuan syara’ untuk melaksanakan kemaslahatan dan menolak kemudharatan dapat tecapai dalam masyarakat.

Penjelasan ini mengisyaratkan negara merupakan alat untuk menerapkan dan mempertahankan nilai-nilai ajaran Islam agar lebih efektif dalam kehidupan manusia. Disamping itu, negara juga didirikan untuk melindungi manusia dari kesewenang-wenangan satu orang atau golongan terhadap orang atau golongan yang lain. Negara mempunyai kekuatan dan kekuasaan memaksa agar peraturan-peraturan yang diciptakannya dapat dipatuhi sejauh tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Namun demikian, negara sendiri bukanlah tujuan dalam Islam, melainkan sebagai alat sebagai sarana dalam mencapai kemaslahatan manusia.

· Tugas Negara

Sesuai dengan tujuan negara menciptakan kemaslahatan bagi seluruh manusia, maka negara mempunyai tugas-tugas penting untuk merealisasikan tugas-tugas tersebut. Ada tiga tugas yang dimainkan dalam negara dalam hal ini :

Pertama, tugas menciptakan perundang-undangan yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini maka negara mempunyai kekuasaan legislatif. Dalam hal ini negara memiliki kewenangan untuk melakukan interpretasi, analogi dan inperensi atas nas-nas Al-Qur’an dan Hadist. Interpretasi adalah usaha negara untuk memahami dan mencari maksud yang sebenarnya, tuntunan hukum yang menjelaskannya. Sedangkan analogi adalah melakukan metode kias suatu hukum yang ada nasnya, terhadap masalah yang berkembang berdasarkan persamaan sebab hukum, sementara inferensi adalah metode pembuat perundang-undang an dengan memahami prinsip-prinsip syariah dan kehendak syar’i (Allah), bila tidak ada nasnya sama sekali, maka wilayah kekuasaan legislatifharus luas dan besar sejauh tidak menyimpang dari prinsip-prinsip agama Islam.

Kedua, tugas melaksanakan Undang-Undang. Untuk melaksanakannya negara memiliki kekuasaan eksekutif. Di sini negara memiliki kewenangan untuk menjabarkan dan mengaktualkan perundang-undangan yang telah dirumuskan.

Ketiga. Tugas mempertahankan hukum dan perundang-undangan yang telah diciptakan oleh lembaga legislatif. Tugas ini dilakukan oleh lembaga Yudhikatif. Dalam sejarah Islam kekuasaan lembaga ini biasanya merupakan wilayah al-hisbah (lembaga-lembaga peradilan untuk menyelesaikan perkara-perkara pelanggaran ringan seperti kecurangan dan penipuan dalam bisnis).


BAB III

PENUTUP

Dari uraian di atas adapun kesimpulan yang dapat penulis ankat antara lain:

Daulah Islam adalah daulah berbasis akidah dan pemikiran, daulah yang didirikan pada landasan akidah dan sistem, bukan sekadar "Perangkat proteksi" yang menjaga umat dari agresi dari dalam mahupun invasi dari luar. Tetapi tugas daulah yang paling mendalam dan paling besar adalah mengajar dan mendidik umat berdasarkan ajaran dan prinsip-prinsip Islam, menciptakan iklim yang baik, agar akidah Islam, pemikiran dan ajaran-ajarannya beralih ke alam nyata yang boleh dirasakan, dapat menjadi teladan bagi setiap orang yang mencari petunjuk dan menjadi hujah bagi setiap orang yang sudah berjalan di atas petunjuk

Daulah yang berbasiskan akidah dan pemikiran ini tidak hanya bersifat kecil, tetapi merupakan daulah yang memiliki risalah sedunia. Sebab Allah telah menugasi umat Islam untuk menyeru semua manusia kepada petunjuk dan cahaya, melimpahkan kesaksian atas manusia dan pelopor bagi semua umat. Umat Islam bukan umat yang boleh berdiri sendiri secara tiba-tiba dan bukan berdiri untuk dirinya sendiri, tetapi umat Islam dikeluarkan bagi semua manusia, dikeluarkan Allah sebagai umat yang paling baik.

Islam bukanlah semata agama namun juga merupakan sebuah sistem politik, meskipun ada dekade-dekade terakhir ada beberapa kalangan dari umat Islam yang mengklaim sebagai kalangan modernis, yang berusaha memisahkan kedua sisi itu, namun seluruh gugusan pemikiran Islam dibangun di atas fundamen bahwa kedua sisi itu saling bergandengan tangan dengan selaras dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain

Tujuan pendirian negara tidak telepas dari tujuan yang hendak dicapai oleh umat Islam, yaitu memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Karena tujuan ini tidak mungkin dicapai hanya secara pribadi-pribadi saja, maka Islam menekankan pentingnya ependirian negara sebagai sarana untuk memperoleh tujuan tersebut. Mendirikan negara merupakan kewajiban umat Islam untuk dapat melaksanakan ajaran-ajaran Islam, sehingga tujuan syara’ untuk melaksanakan kemaslahatan dan menolak kemudharatan dapat tecapai dalam masyarakat.

Ada tiga tugas yang dimainkan dalam negara dalam hal ini :

Pertama, tugas menciptakan perundang-undangan yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam. Kedua, tugas melaksanakan Undang-Undang. Untuk melaksanakannya negara memiliki kekuasaan eksekutif. Ketiga. Tugas mempertahankan hukum dan perundang-undangan yang telah diciptakan oleh lembaga legislatif.


DAFTAR PUSTAKA

A Djazuli, 2003. Figh Siyasah, Bandung : Prenada Media.

DEPAG. 1994. Al-Quran dan Terjemahannya. Semarang : CV. Adi Grafika.

Paidar, Manouchehr, 2003. Legitimasi Negara Islam, Jogyakarta : Fajar Pustaka Baru.

Rais, M Dhiauddin. 2001. Teori Politik Islam, Jakarta : Ghema Insani.

Zallum, Abdul Qodim, 2002. Sistem Pemerintahan Islam, JATIM : Darul Ummah.


DASAR-DASAR ISLAM TENTANG

KEMASYARAKATAN

MAKALAH

Diajukan sebagai Syarat dalam Mengikuti Latihan Kader II

HMI Cabang Jambi

Oleh :

HERMAWAN

NIM. SP 071105

KOMISYARIAT SYARI’AH

KORKOM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

TAHUN 2008




[1] H.A Djazuli, MA. 2003. Figh Siyasah, Bandung : Prenada Media, hal 128.

[2] Manouchehr Paidar, P.h D. 2003. Legitimasi Negara Islam, Jogjakarta : Fajar Pustaka Baru, hal:37.

[3] QS Al-Hajj: 41

[4] Abdul Qodim Zallum, 2002. Sistem Pemerintahan Islam, JATIM : Darul Ummah, hal : 3.

[5] Q.S Al-Baqarah: 143

[6] QS Ali Imran: 64

[7] Ib id H.A Djazuli, MA. 2003, hal 143.

[8] QS. An Nisa’ : 59.

[9] QS Ali Imran: 104

[10] DR. M Dhiauddin Rais. 2001. Teori Politik Islam, Jakarta : Ghema Insani, hal : 5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar