Rabu, 04 Februari 2009

NAMA : Hermawan

NIM : sP. 071105

JURUSAN : ILMU PEMERINTAHAN

PERIHAL : TUGAS RESUME FIQH JINAYAH

A. ASAS LEGALITAS

Asas legalitas dikalangan para ulama adalah suatu konsekuensi logis dari persyaratan seorang mukalaf (subjek hukum) dan persyaratan perbuatan mukalaf. Sedangkan perbuatan yang diwajibkan atau yang dilarang itu harus diketahui dengan cara meninggalkannya yang dilarang dan melakukan yang diwajibkan. Hal ini pun mengharuskan adanya aturan terlebih dahulu. Artinya tidak ada jarimah (tindak kejahatan) dan tidak ada hukuman tanpa adanya aturan.

Dalam kaidah-kaidah Fiqh dinyatakan tidak ada hukum bagi perbuatan manusia sebelumm adanya aturan. Artinya hukum tidak berlaku apabila tidak ada aturan yang mengatur sebelum perbuatan itu terjadi. Pada dasarnya pengertian dari istilah Jinayah mengacu pada hasil perbuatan seseorang. Dan sering kali pengertian tersebut terbatas pada perbuatan yang dilarang. Istilah lain yang sepadan dengan Jinayah adalah Jarimah yaitu larangan-larangan syara’ yang diancam Allah SWT dengan hukuman had atau ta’zir.

Secara teoritis ajaran Islam itu untuk seluruh dunia. Akan tetapi dalam kenyataan yang ada tidaklah demikian. Imam Abu Hanafiah bahwa aturan pidana itu hanya berlaku untuk wilayah-wilayah negeri muslim. Di luar negeri muslim, aturan tadi tidak berlaku lagi, kecuali untuk kejahatan-kejahatan yang bersifat perorangan.

B. KUASA HUKUM PIDANA ISLAM BERBANDING DENGAN HUKUM PIDANA POSITIF

Pada dasarnya pengertian dari istilah Jinayah mengacu pada hasil perbuatan seseorang. Dan sering kali pengertian tersebut terbatas pada perbuatan yang dilarang. Istilah lain yang sepadan dengan Jinayah adalah Jarimah yaitu larangan-larangan syara’ yang diancam Allah SWT dengan hukuman had atau ta’zir. Pada prinsipnya aturan jinayah itu tidak berlaku surut. Meskipun demikian dikalangan para ulama ada yang berpendapat adanya pengecualian dari hal tersebut. Dalam hal ini dalam hal kejahatan-kejahan yang bersifat berbahaya dalam masyarakat dapat berlaku surut seperti dalam kasus pembegalan/perampokan

Secara teoritis ajaran Islam itu untuk seluruh dunia. Akan tetapi dalam kenyataan yang ada tidaklah demikian. Imam Abu Hanafiah bahwa aturan pidana itu hanya berlaku untuk wilayah-wilayah negeri muslim. Di luar negeri muslim, aturan tadi tidak berlaku lagi, kecuali untuk kejahatan-kejahatan yang bersifat perorangan.

Hukum Pidana

Pengertian hukum pidana secara tradisional adalah “Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya yang diancam dengan hukuman berupa siksa badan”

Pengertian lain adalah, ”Hukum pidana adalah peraturan hukum tentang pidana”. Kata ”pidana” berarti hal yang ”dipidanakan”, yaitu hal yang dilimpahkan oleh instansi yang berkuasa kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakan dan juga hal yang tidak dilimpahkan sehari-hari.

Sedangkan Prof. Dr. Moeljatno, SH. menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum pidana bahwa ”Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

§ Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;

§ Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;

§ Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilakasanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.

Dilihat dari ruang lingkupnya hukum pidana dapat dikelompokkan sebagai berikut:

· Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis,

· Hukum pidana sebagai hukum positif,

· Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik,

· Hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif,

· Hukum pidana material dan hukum pidana formal,

· Hukum pidana kodifikasi dan hukum pidana tersebar,

· Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus,

· Hukum pidana umum (nasional) dan hukum pidana setempat.

C. Jarimah

Jarimah (tindak pidana) didefinisikan oleh imam al-Mawardi adalah segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang dan atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir.

Jarimah itu dapat dibagi menjadi beberapa macam :

a. Jarimah Hudud lebih lanjut meliputi perzinaan, qadzaf (menuduh zina), meminum khamar, pencurian peramppokan, pemberontakan dan murtad.

b. Jarimah Qishas/diyat meliputi pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja,, pembunuhan karena kesalahan, pelukan sengaja, dan pelukan semi sengaja

c. Jarimah Ta’zir, di bagi menjadi tiga :

- Jarimah Hudud

- Jarimah-Jarimah yang ditentukan oleh al-qur’an dan al-hadits namun tidak ditentukan saksinya, misalnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanah dan menghina agama.

- Jarimah-Jarimah yang ditentukan oleh ulil amri untuk kemaslahatan umum.

1. Turut berbuat jarimah langsung dan tidak lansung

Dalam hubungannya dengan turut berbuat jarimah para fuqaha mengenal dua macam turut berbuat jarimah langsung. Al-tawafuq adalah beberapa orang yang melakukan suatu kejahatan secara bersama-sama tanpa kesepakatan sebelumnya. Jadi kejahatan itu dating karena adanya pengaruh psikologis dan pemikiran secara tiba-tiba. Yang kedua adalah al-tamaluk merupakan kejahatan yang dilakukan oleh beberapa orang secara bersama-sama dan terencana.

Turut berbuat jarimah tidak langsung adalah seperti orang yang menyuruh orang lain untuk membunuh orang ketiga. Dalam hal ini menurut mazhab maliki,Syafii dan ahmad orang yang menyuruh itulah yang dianggap sebagai pelaku pembunuhan.

2. Pertalian antara turut berbuat jarimah langsung dan turut berbuat jarimah tidak langsung.

Para ulama sepakat bahwa pelaku langsung itu harus dikenai hukuman meskipun ia melakukan perbuatan itu bersama orang lain. Hanya saja hukuman yang dikenakan kepada setiap pelaku itu sangat tergantung pada sifat perbuatannya itu..

Bentuk lain dari turut berbuat jarimah lansung adalah menghasut orang lain untuk berbuat kejahatan. Sehubungan dengan hal ini ada tiga syarat bagi terjadinya turut berbuat :

- Adanya perbuatan yang diancam dengan hukuman (jariamah)

- Adanya cara yang menuju perbuatan tadi seperti kesepakatan.

- Adanya tujuan dari setiap pelaku demi terjadinya sesuatu perbuatan yang diancam hukuman.

3. Turut berbuuat jarimah tidak langsung dengan cara tidak melakukan sesuatu

Contoh kasus dalam masalah ini adalah seorang melihat sekelompok pencuri melakukan perbuatan atau melihat sekelompok orang melakukan pembunuhan dan dia diam saja. Dalam kasus ini jumhur ulama menganggap-nya turut berbuat jjarrimah, sebab meskipun ia diam ia telah membantu secara moral. Namun jika seseorang diamnya itu karena tidak mampu berbuat apapun maka ia tidak wajib dimintai pertanggung jawaban.

4. Tanggung Jawab Pidana Terhadap kemungkinan terjadinya kejahatan di Luar kesepakatan yang semula.

Contoh dalam kasusu ini adalah A menyuruh B untuk memukul C dengan pukulan yang sederhana dengan alat yang bisa mematikan, kemudian C mati karena pukulan itu. Maka dalam kasus ini si A bertanggung jawab atas pukulan itu ataukah terhadap pembunuuhannya juga. Menurut imam Hanafi, iimam Safii si penyuruh bertanggung jawab terhadap pembunuhan semi sengaja. Menurut mazhab maliki si penyuruh bertanggung jawab atas pembunuhan kesalahan.

§ Percobaan Melakukan Tindak Pidana

- Percobaan tindak pidana dikalangan ulama

Seseorang melakukan jarimah itu sekurang-kurangnya melalui tiga fase, fase pemikiran, fase persiapan, dan fase pelaksanaan.

- Hukuman bagi pelaku percobaan melakukan tindak pidana.

Sanksi percobaan melakukan tindak pidana adalah ta’zir (denda)

- Percobaan tindak pidana yang Mustahil

Dalam kasus ini misalnya menembak seseorang yang sudah meninggal, atau meracuni seseorang dengan menggunakan garam, dalam hal ini maka hukumannya adalah melihat kadarnya, apabila mengarah kemaksiat maka hukumannya adalah ta’zir.

D. hukuman

Hukuman dalam Bahasa Arab disebut ‘Uqubah. Lafaz ini menurut bahasa berasal dari ‘Aqabah yang sinonimnya: Khalafahu wajaa’a Biaqabihi artinya mengiringya dan datang dari belakangnya. dalam pengertian yang agak mirip dan mendekati istilah barangkali lafaz tersebut bisa di ambil dari lafaz Aqabah yang sinonimnya Jazaahu Sawaan bimaa Fa’ala artinya membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukannya.

Dari pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena mengiringi perbuatan dan dilaksanakan sesudah perbuatan itu dilakukan. Sedangkan dari pengertian yang kedua dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena ia merupakan balasan terhadap perbuatan yang meyimpang yang telah dilakukan,

Dalam bahasa Indonesia hukuman diartikan sebagai “Siksa dan sebagainya” atai “ Keputusan yang dijatuhkan Hakim”

Dalam hukum positif di Indonesia istilah hukuman hampir sama dengan pidana walaupun sebenarnya seperti apa yang dikatakan oleh Wirjono Projodikoro kata hukuman sebagai istilah tidak dapat menggantikan kata pidana, oleh karena ada istilah hukuman pidana dan hukuman perdata seperti misalnya ganti rugi.

1. Tujuan Hukuman

Tujuan pokok dalam penjatuhan hukuman dalam syari’at Islam ialah pencegahan (ar’radu waz zajru) dan pengajaran serta pendidikan (al-Islah wat Tahdsib). Pengertian pencegahan ialah ialah menahan pembuat agar tidak mengulangi perbuatan jarimah atau ia tidak terus menerus memperbuatnya, disamping pencegahan terhadap orang lain selain pembuat agar tidak memperbuat jarimah sebab ia bisa mengetahui bahwa hukuman yang dikenakan terhadap orang yang memperbuat pula perbuatan yang sama.

2. Macam-macam Hukuman

a. Hukuman Hudud ialah hukuman yang ditetapkan atas jarimah-jarimah hudud yang telah ditetapkan oleh Allah.

b. Hukuman Qishas dan diat yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman qishas dan diat tetapi hukuman ini adalah Hak manusia.

c. Hukuman Kifarat ialah hukuman yang ditetapkan untuk sebagian jarimah qishas dan diat dan beberapa jarimah ta’zir.

d. Hukuman ta’zir yaitu hukuman yang ditetapkan untuk jarimah ta’zir.

3. Gabungan Hukuman

Gabungan Hukuman dapat terjadi manakala terdapat gabuangan jarimah. Gabungan jarimah terjadi apabila seseorang melakukan beberapa macam jarimah, di mana masing-masing jarimah tersebut belum mendapat keputusan terkahir.

4. Syarat-syarat Hukuman

Hukuman Harus ada Dasarnya dari Syara’, Hukuman Harus bersifat Pribadi, Hukuman Harus Bersifat Umum

5. Pengguguran Hukuman

a. Meninggalnya Pelaku

b. Hilangnya Anggota badan yang akan di Qishas

c. Tobatnya pelaku

d. Perdamaian

e. Pengampunan

6. Syubhat

Syubhat Objektif yaitu yang timbul dari objek jarimah “Syubhat fil mahali” karena adanya sesuatu hukum Syari’at seperti pencurian terhadap harta anak sendiri. Syubhat Subjektif yaitu syubhat yang bersumber pada dugaan si pembuat di mana ia dengan itikad yang baik melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang atau tidak mengira bahwa perbuatannya itu dilarang. Syubhat Yuridis yakni syubhat yang timbul dari perbedaan pendapat para Fuqaha tentang hukum sesuatu perbuatan.

7. Sebab-sebab Hapusnya Hukuman

Pada dasarnya sebab-sebab hapusnya hukuman bertalian dengan keadaan diri pembuat, sedang sebab kebolehan sesuatu yang bertalian dengan keadaan perbuatan itu sendiri. Adapun sebab-sebab hapusnya hukuman ialah sebagai berikut: Paksaan, Mabuk, Gila.

E. Jarimah zina dan tuduhan ZIINA

A. Jarimah Zina

Zina adalah memasukkan zakar (penis) ke dalam faraj (vagina) yang haram dengan tidak subhat dan secara naluri memuaskan hawa nafsu. Meskipun para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan zina namun mereka sepakat terhadap dua unsure zina yaitu wathi haram dan sengaja atau ada iitikad jahat apabila ia melakukan perzinaan dan ia tahu bahwa perzinaan itu haram.

Zina dapat dibuktikan dengan 4 macam yaitu saksi, pengakuan, Qarinah (indikasi-indikasi tertentu) dan Lian, dalam hal ini saksi haruslah memenuhi syarat-syarat antara lain balig, berakal, harus mampu mengingat, dapat berbicara, bbisa melihat, adil, dan Islam. Hukuman tidak dapat dilaksanakan bila alat buktinya hanya berupa berupa pengakuan dan yang bersangkutan menarik pengakuannya atau alat buktinya adalah persaksian dan saksi menarik balik persaksiannya tersebut sebelum tterjadi hukuman.

B. Menuduh Berzina

Dalam hukum Islam manuduh ada dua macam yakni menuduh zina dengan hukuman had dan menuduh zina dengan hukuman ta’zir. Seorang yang menuduh orang lain berzina maka wajib membuktikan tuduhannya terhadap orang tersebut. Apabila ia tidak dapat membuktikan tuduhannya itu maka wajib dikenakan hukuman.

F. JARIMAH QADZAF

Persoalan menuduh seseorang sebagai pemerkosa atau penzina adalah kesalahan yang serius dalam Islam. Malahan Islam membuat kehormatan pada salah satu dari lima kebutuhan dasar yang mesti dijaga dalam Islam. Manakala sesuatu tuduhan zina pada seseorang tanpa barang bukti adalah salah satu dari tujuh dosa besar.

Berkaitan dengan perbuatan ini, Nabi Muhammad s.a.w. bersabda dalam hadits dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim juga agar kaum muslimin sangat berhati-hati dalam melemparkan tuduhan keji atau tuduhan zina. Sehingga hukum hududpun seharusnya ditinggalkan tanpa adanya bukti dan saksi yang sahih.

إدرؤ الحدود بالشبهات

Artinya : “Tinggalkan hudud karena perkara-perkara yang syubhat atau yang masih samar-samar”.

Qadzaf ialah melemparkan tuduhan zina kepada orang yang baik-baik lagi suci bahwa ia telah berbuat zina.. Yaitu maksudnya qadzaf ialah membuat tuduhan zina yang tidak dibuktikan terhadap seorang Islam yang akil baligh dan dikenali sebagai seorang yang bersih dari perbuatan zina tanpa pembuktian dengan empat orang saksi laki-laki. Syarat Menetapkan Kesalahan Qadzaf

Qadzaf boleh dijatuhkan dengan syarat membuat suatu kenyataan dengan cara yang nyata seperti menyatakan bahwa seseorang itu telah melakukan zina atau dengan cara tersirat seperti menyatakan bahwa seseorang itu bukan anak atau bukan bapak kepada seseorang tertentu. Kenyataan tersebut dianggap sebagai qadzaf apabila bisa dibuktikan dengan empat orang saksi laki-laki, dan jika kenyataan itu tidak bisa dibuktikan maka orang yang membuat tuduhan itu adalah telah melakukan kesalahan qadzaf. Tetapi sekiranya kenyataan itu dibuktikan, maka orang yang dituduh itu ditetapkan telah berbuat zina.

Pembuktian Qadzaf

1. Penyaksian, yaitu saksi-saksi yang boleh diterima penyaksian uantuk membuktikan ketetapan kesalahan qadzaf haruslah disaksikan oleh saksi-saksi yang layak menjadi dalam perbuatan zina.

2. Pengakuan, yaitu seseorang yang mengaku bahwa ia telah menuduh orang lain berbuat zina, maka hakim boleh menjatuhkan had qadzaf pada dirinya.

3. Sumpah, yaitu dalam perbuatan qadzaf boleh ditetapkan kesalahan qadzaf dengan sumpah.

4. Qarinah (bukti-bukti), yaitu terbagi dua; Bukti yang kuat dan Bukti yang lemah. Bukti yang kuat adalah bukti yang cukup untuk mengharuskan hukuman dilaksanakan.

Pelaksanaan Hukuman Qadzaf

Orang yang melakukan kesalahan qadzaf hendaklah dihukum dengan hukuman dera/ dicambuk dengan 80 kali cambukan dan keterangannya sebagai seorang saksi tidak boleh diterima lagi sehingga dia bertaubat atas perbuatannya itu. Menuduh orang yang baik lagi suci berzina tanpa mendatangkan 4 orang saksi laki-laki yang adil hukumnya adalah haram dan termasuk dalam dosa besar dan wajib dikenakan hukuman had qazaf atau dera.

Kecuali jikalau dia dapat membawa 4 orang saksi yang dapat menetapkan kesalahan orang yang dikatakan berzina tersebut dengan kesalahan zina. Hukuman ini berdasarkan kepentingan kehormatan seseorang dikalangan masyarakat.

Syarat-syarat sebelum dijatuhkannya hukuman Qadzaf, ialah :

1. Qadzaf (orang yang menuduh), syarat-syaratnya :

a. Berakal b. Baligh c. Ikhtiar (tidak dalam keadaan terpaksa)

2. Maqdzuf (orang yang dituduh), syarat-syaratnya :

a. Berakal b. Baligh c. Islam d. Merdeka e. Belum pernah dan menjauhi tuduhan tersebut

3. Maqdzuf ‘Alaihi (tuduhan), syarat-syaratnya :

a. Sharih (jelas), yaitu tuduhan yang menggunakan perkataan-perkataan yang jelas dan tetap yang tidak boleh ditafsirkankepada maksud yang lain selain daripada zina dan penafian nasab (keturunan).

b. Kinayah (kiasan), yaitu tuduhan yang menggunakan perkataan yang tidak jelas dan yang tidak tetap akan tetapi memberi pengertian zina.

c. Ta’ridh (sindiran), yaitu tuduhan yang menggunakan perkataan yang tidak jelas dan tidak tetap juga dan memberi pengertian yang lain daripada zina sebagaimana yang dilakukan dalam perkataan kinayah.

G. JARIMAH PENCURIAN

Pencurian bila ditinjau dari hukumanya dibagi menjadi dua, pencurian yang diancam dengan hukuman had dan pencurian yang dihukum dengan hukuman ta’zir. Pencurian yang diancam dengan hukuman had dibagi menjadi dua yaitu Sariqah sughra (pencurian kecil/biasa) yaitu mengambil hak milik orang lain dengan diam-diam dan sariqah kubra (pencurian besar/pembegalan) adalah mengambil harta orang lain dengan cara terang-terangan.

Pencurian yang diancam dengan ta’zir juga dibagi menjadi 2 macam pertama pencurian yang diancam dengan had namun tidak memenuhi syarat-syarat untuk dilakukannya had dan kedua mengambil harta dengan sepengetahuan pemiliknya namun tidak ada dasar kerelaan pemiliknya.

Unsur-unsur pencurian :Mengambil harta secara diam-diam, Barang yang dicuri berupa harta, Harta yang dicuri itu milik orang lain. Ada beberapa alat pembuktian dalam tindak pidana pencurian antara lain Saksi, Pengakuan, Sumpah, Qarinah. Bila harta masih ditangan pencuri maka ia harus mengembalikannya. Adapun hukuman potong tangan Allah SWT telah berfirman :

Artinya : “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS Al_Maidah : 38)

Hapusnya hukuman banyak perbedaan dikalangan ulama tentang hapusnya hukuman ppotong tangan. Diantara hal yang dapat menghapusnya adalah :

- Terbuktinya bahwa dua orang saksi dusta

- Pencuri menarik kembali pengakuannya.

- Mengembalikan harta sebelum persidangan

- Dimilikinya harta itu dengan sah oleh pencuri sebelum pengadilan

H. JARIMAH MINUMAN KERAS

Arak adalah minuman yang memabukkan, dalam bahasa Arab dinamakan “Khamar” berasal dari perkataan “Khamara” artinya menutupi. Khamar adalah bahan yang mengandung alkohol yang memabukkan. Khamar bisa berupa perasan anggur, kurma dan lain-lain. Khamar adalah minuman keras yang merusak akal dan sesuatu yang memabukkan tetap haram meskipun sedikit karena akan menyia-nyiakan harta. Menurut pendapat jumhur ulama bahwa khamar adalah setiap minuman yang memabukkan dan merusak akal yang tercampur dari campuran airn dan perasan anggur. Sedangkan menurut riwayat Umar r.a bahwa setiap yang memabukkan adalah khamar dan khamar terbuat dari salah satu atau beberapa jenis buah diantaranya anggur, kurma, biji gandum, gandum dan madu.

1. Hukuman Orang yang Meminum Arak (Khamar)

Tentang hukuman bagi peminum khamar telah ditetapkan dalam hadits sahih bahwa hukuman bagi orang yang minum khamar pada zaman Nabi saw adalah dipukul dengan tangan, pelepah kurma, kain, dan terompah, dalam hadits disebutkan :

ان النبى صلى الله علئه وسلم اتئ برجل قد شرب الخمر فجلد بجر ئد تئن نعو اربعئن قال ؤفعل

Artinya: “Telah dibawa kepada Rasulullah Saw. Seorang peminum arak maka Rasulullah Saw memukulnya dengan terompahnya sebanyak 40 kali. Kemudian abu bakar r.a. dibawa kepadanya peminum arak dan beliau pun berbuat demikian. Kemudian pada zaman umar r.a. beliau bermusyawarah dengan para sahabat mengenai hadits (hukuman peminum khamar). Abdurrahman bin auf berkata: sekurang-kurangnya hukuman ini adalah 80 kali pukulan maka umar pun memukul peminum arak sebanyak 80 kali.”

2. Pembuktian Kesalahan Minum Arak (Khamar)

Ø Minuman yang diminum itu ialah khamar, yaitu minuman yang memabukkan dan menghalangkan akal fikiran manusia.

Ø Orang yang meminum itu mengetahui bahwa minuman yang diminumnya tadi memabukkan dan menutup akal pikirannya.

Ø Sengaja melakukan kesalahan meminum minuman yang memabukkan.

Bukti-bukti yang dapat membuktikan kesalahan seseorang telah meminum arak (Khamar) yang boleh dikenakan hukuman had adalah sebagai berikut :

Ø Pembuktian dengan Keterangan

Ø Qarinah

Ø Ikrar dari tersanngka

3. Syarat-Syarat Pelaksanaan hukuman Had terhadap Peminum Arak

Orang yang melakukan kesalahan minum khamar yang wajib dikenakan hukuman had seperti syarat-syarat berikut ini:

Ø Baligh, yaitu telah dewasa mengikut perhitungan syara’.

Ø Berakal, yaitu orang yang mempunyai daya pemikiran yang sempurna dan waras.

Ø Kemauan diri sendiri tanpa dipaksa oleh siapapun.

Ø Minuman itu masuk ke dalam rongga melalui mulut.

· Menarik Balik Pengakuan dan Kesaksian

Untuk menarik kembali hukuman hudud yang dikenakan seperti keterangan di atas, maka setiap saksi itu hendaklah berdiri teguh di atas keterangan terhadap tersangka, bukan saja pada masa pembicaraan dan selepasnya tetapi juga karena hukuman itu dilaksanakan, karena jika keterangan itu ditarik balik sebelum hukuman itu dilaksanakan, maka tersangka tidak boleh lagi dikenakan hukuman hudud dan jika ketarangan itu ditarik balik ketika tersangka sedang menjalani hukuman maka hukuman itu hendaklah segera dihentikan.

I. JARIMAH PEMBUNUHAN

Pada dasarnya memang pembunuhan adalah suatu tindak atau perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang baik sengaja maupun tidak sengaja, baik menggunakan alat tajam atau pun tidak, intinya setiap sesorang telah menghilangkan nyawa seseorang maka hal itu sudah termasuk dalam kategori pembunuhan.

Sebagian fuqaha membagi pembunuhan menjadi dua bagian; pembunuhan sengaja dan pembunuhan kesalahan. Pembunuhan sengaja menurut mereka adalah suatu perbuatan dengan maksud menaniaya dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang yang di aniaya, baik penganiayaan itu bermaksud membunuh atau tidak. Sedangkan pembunuhan kesalahan adalah suatu perbuatan yang mengakibatkatkan kematian yang tidak disertai niat penganiayaan.

Unsur-Unsur Pembunuhan Sengaja

Pertama, Korban adalah orang yang masih hidup artinya korban dalam keadaan hidup ketika terjadi pembunuhan, sekalian keadaan sakit. Adapun bayi yang masih dalam kandungan belum bisa disebut hidup secara sempurna. Kedua, perbuatan si pelaku yang mengakibatkan kematian korban, dalam unsur kedua ini perbuatan itu dapat menimbulkan kematian. Tidak ada ketentuan tentang bentuk dan frekuensinya dapat berupa pemukulan, pembakaran, peracunan dan sebagainya. Ketiga, ada niat bagi si pelaku untuk menghilangkan nyawa seseorang korban.

Pembunuhan Semi Sengaja

1. Pelaku melakukan perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang artinya pelaku dapat juga melakukan tindakan seperti pemukulan, penusukan dan lain sebagainya.

2. Ada maksud penganiayaan atau permusuhan artinya memang ada niatan dalam diri pelaku untuk menganiaya korban sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.

3. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan si pelaku dengan kematian korban.

§ Pembunuhan karena Kesalahan

Pelaku melakukan perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang atau kematian. Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan

§ Sanksi Pembunuhan

Bagi pembunuhan ada beberapa sanksi yaitu hukuman pokok berupa Qisash bila dimaafkan oleh keluarga korban maka diganti hukumamnya dengan diyat. Hukumam ini tidak dapat dilakukan bersamaan kecuali pelaku telah membunuh sebanyak dua kali dalam satu waktu atau satu kejadian. Namun apabila hukuman ini juga dimaafkan oleh keluarga korban maka hukumannya adalah Ta’zir.

J. JARIMAH PEMBERONTAKAN

Bughah secara harfiah artinya menanggulkan atau melanggar. Dalam istilah hukum Islam yang dimaksud dengan bughah yaitu ushah atau gerakan yang dilakukan oleh suatu kelompok dengan tujuan menggulingkan pemerintah yang sah.

Menurut Ulama Hanafiyah, al-Baghyu diartikan sebagai keluarnya seseorang dari ketaatan kepada imam yang sah tanpa alasan. Ulama Syafi’iyah berkata “Pembrontakan adalah orang-orang muslim yang menyalahi Imam dengan cara tidak mentaati dan melepaskan dirinya dari atau menolak kewajiban dengan memiliki kewajiban, memiliki argumenatasi dan memiliki pemimpin.

Saksi dan Dasar Hukum Pembrontakan

Ada dua pendapat Ulama mengenai hukuman yang wajib dikenakan atas pembrontakan yaitu sebagian Ulama berpendapat bahwa pembrontak wajib terus diperangi, karena membiarkan kegiatan mereka akan melahirkan kerusakan-kerusakan dan kekacauan yang sukar dibendung,

Sebagai Ulama berpendapat lain bahw pembrontak wajib diperangi. Hal ini telah menjadi Ijma Ulama tetapi sebelum diperangi hendaklah mereka terlebih dahulu diberi nasehat terakhir jika mennghadapi mereka bukan sebagai tujuan, hanya sekedar jalan supaya mereka kembali dijadikan prinsip bagi seorang kepala Negara dalam menghadapi pembrontak.

Pembuktian Pembrontakan

Perkara yang disepakati oleh seluruh Mazhab dalam Islam bahwa tidak harus pemerintah memerangi al-Bughah sebelum diketahui sebab penentangan mereka. Apabila mereka menda’wakan tentang kezaliman dalam penyelewengan pemerintah menghapuskan dulu kezaliman dan penyelewengan itu.

a. Mereka bersenjata dan menentang secara kekerasan sebaliknya hanya mencoba bersuara dan ingin menyatakan kepada rakyat umum tentang pendapat mereka maka itu dikatakan pembrontak.

b. Mereka memberitahukan kepada rakyat seolah-olah pemerintah telah melakukan kesalahan dan penyelewengan.

c. Mereka mengajak rakyat menukar pemerintah secara kekerasan.

K. JARIMAH MURTAD (RIDDAH)

Arti riddah menurut bahasa adalah kembali, sedangkan menurut syraa’ adalah keluar dari Islam. Dalam Al-Qur’an Allah SWT telah berfirman :

y7tRqè=t«ó¡o Ç`tã ̍ök¤9$# ÏQ#tysø9$# 5A$tFÏ% ÏmŠÏù ( ö@è% ×A$tFÏ% ÏmŠÏù ׎Î6x. ( <|¹ur `tã È@Î6y «!$# 7øÿà2ur ¾ÏmÎ/ ÏÉfó¡yJø9$#ur ÏQ#tyÛø9$# ßl#t÷zÎ)ur ¾Ï&Î#÷dr& çm÷YÏB çŽt9ø.r& yYÏã «!$# 4 èpuZ÷GÏÿø9$#ur çŽt9ò2r& z`ÏB È@÷Fs)ø9$# 3 Ÿwur tbqä9#ttƒ öNä3tRqè=ÏG»s)ム4Ó®Lym öNä.rŠãtƒ `tã öNà6ÏZƒÏŠ ÈbÎ) (#qãè»sÜtGó$# 4 `tBur ÷ŠÏs?ötƒ öNä3ZÏB `tã ¾ÏmÏZƒÏŠ ôMßJuŠsù uqèdur ֍Ïù%Ÿ2 y7Í´¯»s9'ré'sù ôMsÜÎ7ym óOßgè=»yJôãr& Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur ( y7Í´¯»s9'ré&ur Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $ygŠÏù šcrà$Î#»yz ÇËÊÐÈ

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah[. dan berbuat fitnah] lebih besar (dosanya) daripada membunuh. mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah 217)

Unsur-unsur Riddah :

- Keluar dari Islam

- ada itikad tidak baik

Sanksi riddah diancam dengan tiga macam hukuman, hukuman pokok, hukuman pengganti dan hukuman tambahan. hukuman pokok adalah hukuman mati, hukuman pengganti diberikan apabila hukuman pokok tidak dapat diterapkan. hukuman pengganti ini berupa ta’zir. Sedangkan hukuman tambahan adalah merampas hartanya dan hilangnya hak terpidana untuk mengelola hartanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar